Tuesday, May 22, 2012

Dee, Hidup tanpa Agama

Menjaga Islam dg metode FPI analoginya membunuh nyamuk di rumah dg granat, nyamuk belum tentu mati tetapi rumah pasti hancur ~ 

Akhir-akhir ini di Indonesia, banyak permasalahan yang bermunculan based on agama. Agama yang hakiki sebenarnya adalah untuk menciptakan suasana tanpa kekacauan atau kekerasan (gama), tetapi dalam perkembangannya malah menjadi sumber masalah. Entah berapa banyak korban berjatuhan akibat peperangan antar agama, bahkan beberapa agama memperbolehkan saling membunuh bila dalam keadaan urgent mempertahankan agamanya.

Banyak pendapat yang mengatakan bahwa agama tidak pernah mengajarkan kekerasan. Really? Coba liat lagi kitab suci Anda, bukankah banyak ayat yang mengajarkan kekerasan? Banyak sekali orang yang melakukan kekerasan berdasarkan kutipan dari ayat-ayat yang katanya dari-Nya. Apa kekerasan itu diperkenankan bila urgent? Sudah tidak bisa di-handle atau dalam keadaan mendesak? Pertanyaannya bagaimana literatur, batas keadaan itu dikatakan mendesak atau tidak? Bila untuk mempertahankan diri? Bila telah diserang? Bila tidak sesuai dengan pemikiran kita? Sungguh absurb.. Patokan yang bersifat sangat subjektif. Apa itu yang disebut wahyu dari Tuhan? Dari Nabi? Dari para dewa? 

Akhir-akhir ini sering kita dengar kasus GKI atau HKBP yang diserang oleh orang-orang FPI, kelompok ormas Islam yang menyerang komunitas Islam lain yang tidak sejalan, sekelompok ormas menyerang tokoh yang mereka anggap tidak sesuai dengan ideologi, merusak gedung yang digunakan untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan ideologi, sungguh hidup di Indonesia ini makin mengerikan.

Seorang teman Dee, kebangsaan asing, terkejut mendengar cerita Dee, bagaimana keadaan negeri kita yang sangat memprihatinkan mengenai chaos yang terjadi di negeri kita tercinta dua tahun belakangan ini. Bagaimana keadaan hidup beramah tamah yang mereka jadikan sebenarnya tidak seindah seperti yang mereka dengar. Jauh dari yang pernah dibayangkannya.

Mungkin persepsi dia sepenuhnya tidak salah dari perspektif keberagaman dan toleransi antar umat beragama dan ras yang ada di Indonesia memang bisa dijadikan acuan. Kita bisa melihat bagaimana satu keluarga berbeda agama bisa hidup dengan damai. Bagaimana perbedaan suku masih tetap bisa melangsungkan pernikahan. Yah walaupun masih ada yang tabu melakukannya, tapi mostly terlihat sebagai keberagaman yang indah di Indonesia.

Teman Dee juga memberikan pernyataan, Indonesia itu contoh yang sangat baik di dunia, khususnya buat negara tetangga kita yang paling sering bermusuhan dengan kita. Disana, tidak diperkenankan seorang Muslim memiliki anak yang berbeda agama. Bagaimana syariat ditegakkan dan yang tidak menjadi muslim akan hilang segala macam hak-nya sebagai warga negara. Bagaimana kebijakan pemerintah yang hanya untuk membantu warga muslim, tidak untuk yang lain. Beasiswa pun diberikan kepada yang muslim saja. Kembali dicontohkan bagaimana Dee bisa memiliki banyak teman muslim dan berkumpul dengan yang berbeda agama. Disana, hal ini sangat jarang bisa mereka dapatkan. 

Keindahan hidup dalam keberagaman seperti pemahaman dalam Bhineka Tunggal Ika seolah-olah mulai hilang tergerus perkembangan agama yang berlebihan. Yah, tidakbisa dipungkiri agama adalah akar permasalahan sekarang. Demi agama, dan mempertahankan wacana seperti yang diwajibkan oleh agamanya segala hal dilakukan untuk menyerang pemeluk agama lain, yang berbeda kepercayaan. Sungguh ironis.

Muncul wacana, hidup tanpa agama, apa akan lebih kacau dibandingkan hidup beragama? Dari perspektif Dee, lebih baik Indonesia tanpa agama, sumber permasalahan itu akan hilang. Kontroversi, memang tidak bisa dihindari, mengajak orang untuk tidak beragama. Tapi, Dee pribadi sudah lama tidak beragama. Buddha bukanlah agama, Buddhism bukan ajaran agama. Lalu kenapa di Indonesia Buddha dijadikan sebagai agama? Kita kembali terjebak ke mainstream, hidup ini harus beragama, that's why Buddha (Buddhism) menjadi salah satu agama yang diakui. Iya diakui sebagai agama.

Namun pada hakiki-nya Buddhism bukanlah agama. Untuk masuk ke Indonesia dan diakui pada masa pemerintahan Soekarno, semua simbol Buddhism pernah akan dibumi hanguskan oleh Presiden Soekarno. Tradisi Cina yang telah berkembang dengan Buddhism di Indonesia telah membuat rancu sebenarnya. Disini peran Sukong (Bikkhu Ashin Jinarakkhita) mempertahankan Buddhism tetap berkembang di Indonesia, sesuai dengan Pancasila sila pertama "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Fakta unik lainnya, Buddhist tidak mengenal 'Tuhan', Buddhism tidak memiliki Tuhan. Bagaimana kepercayaan dapat berkembang di Indonesia, jauh berbeda dari sila pertama. Sukong dengan segala upaya, tetap ingin mempertahankan Buddhism di Indonesia, tercetuslah sebutan Tuhan dalam agama Buddha 'Sanghyang Adhi Buddha', begitulah istilah Tuhan di Indonesia yang bukan personifikasi, tidak berbentuk, tidak berwujud dan yang mutlak. Mungkin ini dapat diterima kondisinya, sama dengan istilah Tuhan atau Allah yang tidak boleh dipertanyakan, semua orang pun tidak bisa bertanya apa itu 'Sanghyang Adhi Buddha'. Buddhism pun masih tetap hidup dan berkembang semakin terdegradasi agama lain di Indonesia.

Dahulunya, Dee menerima konsep 'Sanghyang Adhi Buddha' diterima mentah-mentah. Tidak ada yang boleh dipertayakan untuk hal yang menyangkut tentang Tuhan. Orang tua walaupun status KTP ditulis Agama Buddha, tetapi tidak pernah mengenal apa itu Buddhism. Yah, orang tua memegang teguh prinsip Confisius, yang dahulunya tidak diakui di Indonesia, setelah presiden Abdurrahman Wahid menjabat, Confisius aka Kong Hu Cu dijadikan sebagai agama, sungguh ini suatu kekeliruan berulang kembali. Kong Hu Cu juga sebenarnya bukanlah agama. Dewa tertinggi yang ada di dalam kepercayaan Kong Hu Cu adalah Dewa Langit, tidak ada yang namanya Tuhan. Tapi istilah Tuhan ini kembali muncul di perkembangan Kong Hu Cu di Indonesia. Ajaib.

Perkenalan dengan diskusi Abhidhamma Pitaka-lah yang membuka segalanya. Disini kita bebas untuk bertanya tentang segala sesuatu yang tidak kita ketahui, segala sesuatu yang dipertanyakan. Mulai dari awal terbentuknya bumi, kiamat, Tuhan, Buddha dan segala sesuatu yang belum bisa terjawab sebenarnya. Pemikiran-pemikiran liar didiskusikan dan diserapi berdasarkan persepsi masing-masing. Sangat berbeda dengan apa yang kita lihat atau dengar di telivisi, ataupun dari agama-agama lain di Indonesia.

Semangat untuk mengetahui lebih banyak pun membara, buku-buku terbitan luar negri pun menjadi referensi. Buku terbitan Indonesia tidak bisa menjadi bahan bacaan, terlalu banyak interfensi dan asimilasi kebudayaan dengan budaya Indonesia, semuanya seerba disesuaikan. Fakta yang didapat semakin menarik, perbedaan tentang ketuhanan dan pandangan terhadap Buddhism sangatlah berbeda.

Setiap orang bisa menjadi Buddha, setiap orang menjalani jalannya sendiri tanpa campur tangan siapapun, bersahabat dengan alam, bagaimana bersikap sebagai manusia bukan sebagai mahluk yang sempurna, bagaimana lemahnya seorang manusia, manusia jauh dari mahluk sempurna dan berbagai ide gila anti-mainstream yang lain. Hal yang paling menarik mengenai ilmu astronomi, di Abhidhamma diceritakan terdapat banyak planet dan tata surya, jadi penemuan-penemuan planet baru bukanlah hal yang baru dalam Buddhism. Semua telah dijelaskan secara terperinci di dalam Abhidhamma Pitaka.

Untuk menjadi seorang Buddhist, Anda tidak perlu beragama Buddha, karena Buddha bukanlah agama, tapi hakiki kehidupan, bagaimana kita bersikap terhadap lingkungan/alam, manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Buddhism tidak pernah melarang Anda bersikap, tidak juga mengatur cara hidup Anda. Terserah Anda bersikap seperti apa, itulah Buddhism. Go with the flow, tidak pernah menentang zaman.

Yang mengaku menjadi Buddhist di Indonesia, pernahkah membaca Tripitaka hingga selesai? Hampir semua Buddhist tidak pernah membaca seluruh Tripitaka. Tripitaka di Buddhism bukan hanya satu kitab, bukan juga 3 kitab, namun 3 keranjang atau sama dengan  3 lemari. Jangankan untuk membacanya, bahkan banyak sekali yang belum pernah melihatnya. Tiap vihara belum tentu memiliki Tripitaka yang lengkap.

Guru Besar Buddha Gautama pernah bersabda, Dharma (ajaran/pedoman hidup) yang Beliau ajarkan selama 45 tahun yang kemudian dibukukan menjadi 3 keranjang tersebut, hanya segenggam daun kering di hutan belantara yang luas, Dharma tidak akan habis dipelajarin, sampai kapanpun, dan dimanapun kita berada. Dharma ada di alam semesta dan semua orang bisa merasakannya.

Sikap intolerance Indonesia mulai mendapat perhatian dunia, Dee jadi ingat satu lagu dari John Lennon - Imagine, lagu lawas yang liriknya teramat dalam.

Imagine there's no heaven, it's easy if you try
No people below us, above it's only sky
Imagine all the people
Living for today

Imagine there's no countries, it isn't hard to do
No need to kill or die for and no religions too
Imagine all the people
Living life in peace

You may say I'm a dreamer
But I'm not the only one
I hope someday you'll join us
And the world will live as one



Imagine no possessions I wonder if you can
No need for greed or hunger a brotherhood of man
Imagine all the people
Sharing for the world

You may say I'm a dreamer
But I'm not the only one
I hope someday you'll join us
And the world will live as one

You may say I'm a dreamer
But I'm not the only one
Take my hand and join us
And the world will live, will live as one

1 comment:

Surya said...

Dee, gua juga nggak beragama. Sempat kepengen mencantumkan Buddha di dalam KTP, tapi kemudian urung. Nanti kalau bikin KTP lagi, mau dikosongkan aja. Kenapa? Karena ternyata diperbolehkan dalam undang-undang kita. Paling juga nanti berantem sama pegawai kelurahan, biarin aja. Ini hak gua sebagai WNI kok ;)