Belum lengkap ke negeri Sarawak kalo melum mengunjungi kucing. Patung kucing di pusat kota inilah yang menjadi spot primadona para wisatawan.
Airasia rute Kota Kinabalu - Kuching membawa kami ke bumi Borneo. Dari angkasa bisa kita lihat hijaunya tanah Borneo ini ( Januari 2010). Pesawat membawa kami di Kuching pukul 15:30, sudah lumayan sore dan kami putuskan untuk beristirahat di hotel saja. Trip kali ini kami memilih hotel di Jalan Bishop Gate, budget hotel dengan suasana yang lumayan oke. Get what you pay..
Dengan harga yang cukup terjangkau dan fasilitas yang oke serta bersih tentunya, sesuai dengan harga yang kami bayar. Sekarang tunehotels sudah buka branch Kuching di Jalan BishopGate juga, tentu bisa menjadi pilihan Anda untuk menjadi tempat menginap. Karena sudah cukup malam, kami putuskan untuk mencari makan di mall saja. Sudah terlalu lama kami tidak merasakan sushi, hanya makan seafood saja di Sipadan, Semporna dan makan seadanya di Kinabalu. Kangen rasa sushi, siapa tahu di mall menyediakan sushi buat kami, pilihan jatuh ke Kuching City Mall, mall terbesar disini.
Tampilan mall-nya terasa peranakan Tionghoa banget, dengan kain berjuntai di langit-langit dan berbagai ornamen warna-warni yang dulu terlihat agak aneh, tapi sekarang jadi tren :) Kebetulan di food court ada restoran yang meyajikan sushi, finally bisa makan sushi lagi, Dee sudah ngidam berat walaupun hanya beberapa sushi roll, yang penting ada chuka idako! :)
Setelah menyantap makan malam kami, tentu saja nanti makan akan lapar dan kita tidak berniat untuk jalan-jalan lagi di malam hari, mengingat badan udah rontok pada saat pendakian di Kinabalu, yang kami inginkan hanya beristirahat, donut pun menjadi pilihan untuk camilan malam.
Local doughnuts yang oke :) |
Keesokan pagi-nya kami bangun agak siang berjalan menyusuri sudut kota Kuching. Bangunan kota yang unik-unik di jalan yang sempit tersaji disini. Bangunan-bangunan yang cukup tua dijadikan toko-toko oleh para pedagang. Kota ini tidak begitu ramai dan waktu terasa begitu lambat. Kangen suasana seperti ini yang tidak akan dirasakan di Jakarta.
Untuk sarapan + Lunch, Min Joo dan Min Kuang menjadi pilihan. Restoran ini cukup terkenal di Kuching, harganya pun sangat murah berkisar antara RM 3.50 - 6.50 saja untuk shongshui komplit.
Pesanan kami disajikan dengan cepat, walaupun restoran cukup ramai, pelayanannya juga cukup cepat. Ah foto bisa menjelaskan segalanya, mie-nya enak dan tentunya mie Cantonese hampir sama dengan mie bangka, dengan ciri khas shong sui (campuran dari daging babi, hati, ampela, darah, jantung, lemak, otak-otak, tahu dan lain lain tergantung restoran yang menyajikan jeroan apa saja). Bedanya disini tidak memiliki jeruk kunci! :)
Shong Shui |
Perjalanan kami lanjutkan untuk mengunjungi tempat wisata, yang terbagi menjadi pavilion-pavilion dengan keunikan masing-masing. Dengan kondisi taman yang asri serta cuaca yang bersahabat, Kuching terasa begitu bersahabat terhadap kami.
Di Kuching juga ada patung Cheng Ho, kita masih dalam satu nenek moyang, jadi sesama tetangga jangan saling bermusuhan yaaah... Banyak yang berdoa di patung Laksamana Muda Cheng Ho.
Suasana tenang dan sepi, cukup menyejukkan hati, santai-santai di pavilion sambil sharing cerita tentang perjalanan 'gila' kami 2 minggu ini. Untuk hi-tea time kami ke toko Joo Foong untuk membeli banana cake, kabarnya the best in town dan juga menjadi oleh-oleh wajib bila mengunjungi Kuching.
Di temani es campur + banana cake, hi-tea time terasa sangat nikmat.
Untuk makan malam, atas referensi dari teman, Restoran After Three yang dipilih, sesuai namanya, restoran ini baru buka setelah pukul 3 sore,
Restoran chinese food yang menyajikan berbagai macam makanan disini, sungguh menggugah selera. Perbedaan chinese food di Kuching dengan Penang, bila dibandingkan dengan daerah di Indonesia analoginya seperti makanan bangka vs makanan medan. Makanan Kuching lebih berbumbu sedikit dibandingkan makanan di Penang. Dinner terakhir di pulau Borneo, perut sudah minta diisi, dimsum, mie, ayam, fried meat ball, sapo tahu semuanya di-order untuk memenuhi keinginan naga di perut. Tidak lupa Dee mencoba kaya toast di Kuching, karakteristiknya sama dengan di KL, jadi belum ada kaya toast yang seperti di Singapore kecuali di kampung Dee, Concong Luar. :)
Setelah makan malam yang banyak dilanjutkan dengan snack yang cukup banyak, nyemal-nyemil hingga malam hari, langsung kembali ke hotel untuk beristirahat. Tidak ada yang bisa dilihat di malam hari, Kuching seperti kota mati tanpa ada hiburan malam. Waktu terasa begitu lambat disini, jadi lebih baik kita tidur saja. Keesokan harinya, kembali bangun siang dan menikmati sarapan di hotel saja, karena flight pagi sudah menunggu membawa kembali ke Kuala Lumpur. By the way, kenapa kota ini disebut Kuching? Yah karena di pusat kota banyak kucing meong meong!!! Dee ngak suka kucing, jadi foto patungnya aja, malas banget suruh fotoin kucing jalanan, di kampung juga banyak! Hahaha..
Kuching? Kuceng? Miaaw.. Meooooong....
1 comment:
Soal kekerabatan Indonesia-Malaysia, kelenteng tertua di Kuching (Tua Pek Kong) juga katanya dibikin sama warga keturunan dari Indonesia. Kata pemandu wisata yang di sana sih...
Post a Comment