Pemilu untuk pemilihan presiden telah berakhir pada tanggal 9 Juli 2014. Pesta rakyat telah usai dan semua rakyat Indonesia antusias menanti siapa pemenang Pemilihan presiden yang palin heboh selama Indonesia merdeka. Semua simpatisan saling menghujat satu sama lain, dengan intensitas black campaign setiap hari. Tetapi mereka yang telah menentukan pilihan tak dapat digoyang oleh issue black campaign ini.
Calon pertama dengan koalisi super gemuk dan uang yang banyak mampu menarik minat perhatian rakyat dengan tagline 'tegas', 'otoriter', 'anti-asing'. Sedangkan calon kedua telah lama membangun pencitraan 'merakyat', 'kerja' dan 'bersih'.
Kedua calon yang saling bertolak belakang ini pun menarik minat banyak perhatian. Mulai dari dalam negri sampai ke seantero dunia. Pemilihan presiden ini, semua mata tertuju padamu!
Oleh karena itu, semua orang menunggu hasil pemilu ini. Quick count menjadi andalan untuk mengetahui secara cepat siapa yang unggul pada pilpres kali ini. Sudah sejak tahun 2004, Quick Count dapat memberikan hasil yang tepat agar proses perhitungan Real Count oleh KPU tidak dicurangi, dengan margin error sebesar 1%. Tentu saja Quick Count mendukung semangat demokrasi yang jujur dan beraih sehingga tidak terjadi pengelembungan suara pada saat perhitungan oleh KPU.
Untung tak dapat dinyana, ternyata tahun ini terdapat dua hasil Quick Count yang berbeda dari masing-masing kubu yang mengakibatkan sebagian masyarakat merasa 'bingung', siapa pemenang pilpres tahun 2014 ini. Apakah hasil yang berbeda ini merupakan konspirasi agar KPU dapat menghasilkan 'permainan' suara yang telah dicegah dalam 10 tahun terakhir ini? Apakah ini juga merupakan salah satu strategi salah satu calon untuk membuka peluang tersebut?
Tanggal 9 Juli 2014, Kedua calon saling mengdeklarasikan kemenangan berdasarkan Quick Count. Ini suatu musibah, musibah bagi seluruh bangsa Indonesia. Kita dibawa mundur ke > sepuluh tahun yang lalu, dimana kita buta dan tidak ada pembanding perhitungan suara yang dilakukan oleh KPU.
Banyak yang berpendapat dan mengiring opini, proses perhitungan suara, serahkan saja kepada KPU yang lebih capable. Salah satu calon berhasil, berhasil mengiring opini publik untuk kembali ke masa kita buta dan pihak KPU dengan mudahnya melakukan modifikasi data. Kecurangan yang bisa saja dilakukan, mengacu pada hasil Quick Count salah satu calon. Selamat, Anda berhasil!
Dengan melihat petugas KPPS dan proses perhitungan suara saat ini, tentu saja, saya dengan yakin tidak percaya terhadap proses perhitungan KPU. Kita sebagai masyarakat, perlu memonitor proses perhitungan ini, kita turut peran aktif atas hasil yang telah dihitung di TPS masing-masing. Sudah banyak kecurangan yang terlihat, atau ketidakmampuan petugas KPPS untuk berhitung dan tentu saja saksi yang tidak capable! Mengenaskan sekali negara kita tercinta ini, asal ada uang bapak bisa senang.
Dengan Quick Count yang telah diciptkan dengan sample, populasi dan metode sedemikian rupa oleh para ahli statistik, digiring untuk menjadi sebuah tanda tanya, kita perlu khawatir. Kita perlu lebih aktif mengawasi negara kita, para elite politik terus berusaha untuk membuat kebijakan yang menguntungkan mereka. Berusaha mengiring negara ini kembali ke 15 tahun lalu, kita perlu bersatu, bersatu untuk bangsa ini melawan elite politik negara kita yang semakin rakus.
Mereka berusaha mencari peluang untuk bebas dari hukum, kebal dari hukum untuk memperkaya diri. Save their ass dengan melakukan amandemen Undang-Undang yang dapat memberatkan atau mengontrol gerak mereka di pemerintahan. Kita wajib memonitor kinerja mereka, menuju Indonesia yang lebih baik.