"Eh lo anak kos yah, sering makan indomie yah?"
Kalimat itu sering terlontar oleh kebanyakan orang, entah sejak kapan stereotype anak kost diidentikkan dengan indomie atau mie instant.. hmm.. diri pribadi sih berusaha menolak hal tersebut karena emang tidak makan mie instant dalam kurun waktu yang cukup lama.. iya 3 tahun! 3 tahunan lalu makan sekali karena.. hmm.. tidak ada makanan lain yang dijual di warung tersebut, kalo makan sekali itu dianulir, kira-kira telah 5 tahun lah tidak pernah merasakan mie instant lagi..
Kangen? Ngak sama sekali... Malah bingung kenapa mie instant dipasangkan dengan anak kos. Murah? Ndak juga kan yah.. Apalagi kalo beli di warung, murahan makanan warteg kan?
Gaya banget ngomongin makanan warteg lebih murah, makan warteg aja sakit perut mulu :)) Yeah, my stomach is too picky for food sanitation level. Its very hard to me, to eat everything for street food. I want to try, but I'm not able...
Anak kos diidentikkan dengan uang jajan pas-pasan yang dijatahin oleh orang tua, bahkan tidak cukup bagi sebagian orang untuk makan dengan baik dan benar sehingga mie instant dijadikan solusi makanan substitusi. Yah, makanan substitusi seharusnya yang levelnya sama ( kandungan gizi) bukan yang jomplang, antara mie instant 100gr dibandingkan dengan nasi 100gr, tempe, tahi, ayam dan sayur. Kandungan yang berbeda seharusnya disadari bahwa mie instant bukan makanan substitusi yang baik.
Mie instant sebenarnya juga dapat dikombinasikan dengan berbagai bahan makanan seperti sayuran, telur, kornet, bakso, ikan dan lain-lain agar memiliki kandungan gizi yang cukup pula. Sayuran arfisial juga telah dilengkapi di sebagian merk mie instant, sehingga di-'claim' lebih sehat. Tetapi alangkah lebih baik, kita mengkonsumsi makanan yang tidak instant. Hindari makanan serba instant, misalnya mie instant, bubur instant, sosis instant dan yang lainnya. Usahakan untuk makan dengan bahan makanan yang fresh sehingga kita akan yakin bahan makanan tersebut tanpa bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan apabila di-konsumsi secara berkala.
Makanan yang dapat bertahan lama dengan kadar pengawet juga diidentikkan dengan makanan yang lebih murah dibandingkan makanan yang fresh, sehingga anak kos akan memilih untuk membeli/memasak makanan yang instant karena lebih ringkes, tidak perlu ribet untuk motong-motong, ataupun nyimpan di kulkas. Segala makanan yang instant adalah hal yang hakiki *cailah...
Tinggal sebagai anak kos, tidak berarti makan serba kekurangan juga, atau serba indomie. Dan mostly teman-teman yang satu kampus juga demikian, sepengetahuan pada saat itu tidak ada anak kos yang benar-benar hidup susah atau makan aja susah. Paling cuma ngirit doang demi beli smartphone, atau demi jalan-jalan atau sekedar nraktir teman. Mungkin karena 'ngampus' di universitas swasta yang tidak murah, setidaknya yah tidak ada orang yang tidak mampu 'ngampus' di sini, pikirku.
Dan barulah stigma pemikiranku SALAH, SALAH selama ini. Salah satu teman menceritakan bahwa ada yang 'ngampus' di sini dengan kondisi hidup yang agak memprihatinkan. Makan sangat ngirit dan kadang susah makan, terkadang menerima belas kasihan dari teman sekos untuk memberinya makanan. Jeng jennng... Cukup terhenyak.. Masa sih yang 'ngampus' di sini masih ada yang hidup tidak cukup? Untuk biaya kuliah saja, tidaklah murah, kenapa masuk ke sini? Kenapa tidak memilih universitas lain yang lebih murah?
Ah entahlah, semua punya pilihan hidup, we don't judge...
Kalimat itu sering terlontar oleh kebanyakan orang, entah sejak kapan stereotype anak kost diidentikkan dengan indomie atau mie instant.. hmm.. diri pribadi sih berusaha menolak hal tersebut karena emang tidak makan mie instant dalam kurun waktu yang cukup lama.. iya 3 tahun! 3 tahunan lalu makan sekali karena.. hmm.. tidak ada makanan lain yang dijual di warung tersebut, kalo makan sekali itu dianulir, kira-kira telah 5 tahun lah tidak pernah merasakan mie instant lagi..
Kangen? Ngak sama sekali... Malah bingung kenapa mie instant dipasangkan dengan anak kos. Murah? Ndak juga kan yah.. Apalagi kalo beli di warung, murahan makanan warteg kan?
Gaya banget ngomongin makanan warteg lebih murah, makan warteg aja sakit perut mulu :)) Yeah, my stomach is too picky for food sanitation level. Its very hard to me, to eat everything for street food. I want to try, but I'm not able...
Anak kos diidentikkan dengan uang jajan pas-pasan yang dijatahin oleh orang tua, bahkan tidak cukup bagi sebagian orang untuk makan dengan baik dan benar sehingga mie instant dijadikan solusi makanan substitusi. Yah, makanan substitusi seharusnya yang levelnya sama ( kandungan gizi) bukan yang jomplang, antara mie instant 100gr dibandingkan dengan nasi 100gr, tempe, tahi, ayam dan sayur. Kandungan yang berbeda seharusnya disadari bahwa mie instant bukan makanan substitusi yang baik.
Mie instant sebenarnya juga dapat dikombinasikan dengan berbagai bahan makanan seperti sayuran, telur, kornet, bakso, ikan dan lain-lain agar memiliki kandungan gizi yang cukup pula. Sayuran arfisial juga telah dilengkapi di sebagian merk mie instant, sehingga di-'claim' lebih sehat. Tetapi alangkah lebih baik, kita mengkonsumsi makanan yang tidak instant. Hindari makanan serba instant, misalnya mie instant, bubur instant, sosis instant dan yang lainnya. Usahakan untuk makan dengan bahan makanan yang fresh sehingga kita akan yakin bahan makanan tersebut tanpa bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan apabila di-konsumsi secara berkala.
Makanan yang dapat bertahan lama dengan kadar pengawet juga diidentikkan dengan makanan yang lebih murah dibandingkan makanan yang fresh, sehingga anak kos akan memilih untuk membeli/memasak makanan yang instant karena lebih ringkes, tidak perlu ribet untuk motong-motong, ataupun nyimpan di kulkas. Segala makanan yang instant adalah hal yang hakiki *cailah...
Tinggal sebagai anak kos, tidak berarti makan serba kekurangan juga, atau serba indomie. Dan mostly teman-teman yang satu kampus juga demikian, sepengetahuan pada saat itu tidak ada anak kos yang benar-benar hidup susah atau makan aja susah. Paling cuma ngirit doang demi beli smartphone, atau demi jalan-jalan atau sekedar nraktir teman. Mungkin karena 'ngampus' di universitas swasta yang tidak murah, setidaknya yah tidak ada orang yang tidak mampu 'ngampus' di sini, pikirku.
Dan barulah stigma pemikiranku SALAH, SALAH selama ini. Salah satu teman menceritakan bahwa ada yang 'ngampus' di sini dengan kondisi hidup yang agak memprihatinkan. Makan sangat ngirit dan kadang susah makan, terkadang menerima belas kasihan dari teman sekos untuk memberinya makanan. Jeng jennng... Cukup terhenyak.. Masa sih yang 'ngampus' di sini masih ada yang hidup tidak cukup? Untuk biaya kuliah saja, tidaklah murah, kenapa masuk ke sini? Kenapa tidak memilih universitas lain yang lebih murah?
Ah entahlah, semua punya pilihan hidup, we don't judge...
Dee, 24yo, anak kost dan ndak makan mie instant :3