Spirit menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia minuman beralkohol. Proses destilasi yang dilaluinya, membawa jenis minuman ini pada satu tingkatan di mana ia menjadi sangat terkenal dengan berbagai bentuk, dari bourbon hingga brandy. Penyajiannya pun juga bermacam-macam, sesuai dengan selera. Apa sih yang termasuk dalam spirit, dan mengapa mereka berbeda?
Spirits, not Spirit
Ya, dua kata dengan perbedaan satu huruf ini memiliki perbedaan arti yang sangat jauh. Sudah dapat dipastikan kita tidak akan membahas sedikit pun kata yang kedua tersebut. Dulu sekali saya pernah berkesimpulan bahwa spirits dan spiritus itu sama, tentunya saya amat bersyukur ketika mengetahui dua benda itu sama sekali tidak berhubungan erat. Sedikit demi sedikit saya mencari tahu lebih jauh tentang spirits dengan mencoba mengenalnya langsung.
Pada awal mulanya, saya hanya dapat mengidentifikasi bahwa spirits itu adalah minuman beralkohol tinggi, yang memerlukan proses destilasi atau penyulingan untuk itu. Tapi, kemudian batas itu menjadi rancu kembali karena keterbatasan pengetahuan saya. Apakah warna? Rasa? Bahan? Atau kandungan alkohol? Syukurlah ‘riset’ saya menjadi mentah kembali, karena setelahnya saya menemukan fakta-fakta yang sahih.
Sebenarnya kita dapat membagi golongan minuman beralkohol pada beberapa kategori, dua di antaranya adalah spirits dan liqueur. Nama liqueur mewakili sebuah golongan minuman berkadar alkohol tinggi dan dimbuhi campuran rasa, dan biasanya adalah rasa manis dengan berbagai aroma. Dengan begitu, spirits adalah golongan yang masih mengusung rasa asli plus syarat umumnya, yaitu kandungan alkohol paling tidak berkisar di angka 35% per volume.
Nah, melihat syarat ini, tentunya banyak sekali yang dapat dimasukkan ke dalam kategori spirits bukan? Sebutlah vodka, whisky, bourbon, brandy, tequilla, rum, hingga absinthe. Tentunya nama-nama tersebut memiliki karakter tersendiri, yang tentunya berkaitan erat dengan bahan baku yang digunakan untuk proses penyulingan. Gandum, beras, kentang, jagung, hingga tebu. Marilah kita melihat satu persatu lebih dekat.
Absinthe, not Abstain!
Kok abstain? Well, kata ini muncul tidak berapa lama setelah seorang teman saya menenggak dua gelas kecil absinthe. Yes, dia salah sebut nama minuman ini sehingga kami pun tertawa terbahak-bahak sesudahnya. Memang, di tangan yang salah, minuman ini dapat berakibat fatal karena kandungan alkohol dalam jumlah yang sangat fantastis di dalamnya. Setidaknya untuk saya, ini adalah minuman dengan kadar alkohol tertinggi! Tentu saja tidak disarankan untuk menenggaknya langsung begitu saja. Karena absinthe adalah minuman aperitif, maka tujuannya memang bukan untuk membuat mabuk orang yang meminumnya.
Absinthe adalah spirits dengan warna hijau tua bening dan memiliki rasa agak ‘pedas’. Tidak heran, karena minuman ini mengandung banyak sekali rempah-rempah. Sebutlah anise, wormwood, fennel, hingga nutmeg (pala) pun terdaftar pada bahan penyusunnya. Dengan tampilan yang cukup memikat dan terkesan jinak, ternyata absinthe menyimpan banyak kejutan. Entah mengapa, banyak sekali saya menemui komentar, “Kayak obat batuk ya?” pada orang yang baru pertama kali mengendus aromanya. Mungkin, walau saya sendiri tidak begitu setuju, dan bukan karena obat batuk yang saya gunakan biasanya dalam bentuk kaplet tentunya.
Angka yang menunjukkan kandungan alkohol pada label absinthe mungkin dapat membuat mata Anda terbelalak. Bagaimana tidak? Sanggupkah Anda menghadapi besaran 68% atau bahkan lebih? Tapi nanti dulu, minuman ini sebenarnya memiliki fungsi seperti sirup yang tidak manis, karena harus ditambahkan dengan air es 4-5 bagian lebih banyak, plus gula. Galaknya alkohol sebelum bercampur dengan air dan gula tadi kemudian berubah menjadi lembut, baik di hidung maupun di rongga mulut. Keunikan yang terlihat secara visual pun ada. Warna hijau tua transparan tadi akan berangsur menjadi putih susu seiring bercampurnya minuman ini dengan air.
Minuman asal Swiss dan kemudian populer di Perancis ini pernah dilarang beredar di daratan Eropa. Ditengarai berkaitan dengan efek memabukkan dan kejadian-kejadian dengan kekerasan yang terkait, minuman ini kemudian hilang dari peredaran selama puluhan tahun. Tentunya apabila kita berpikir sehat, penyalahgunaanlah yang menjadi sumber masalahnya, bukan bendanya. Lalu belakangan, absinthe diperbolehkan untuk beredar kembali dan secara cepat berbaur dengan minuman lainnya, dan bahkan cepat populer dengan ‘gayanya’ sendiri.
Seperti halnya tradisi fine dining, absinthe seakan tidak mau kalah dengan menghadirkan keunikannya sendiri pada absinthe spoon. Alat sederhana berbentuk sendok datar dan berlubang ini memiliki banyak variasi. Dari yang tanpa keistimewaan hingga ukiran dan bahan dari logam yang mahal. Fungsinya tetap sama, hanya saja gengsinya pastilah berbeda, karena belakangan sendok ini seringkali menjadi collectibles item. Mau mencoba? (Marchel/Appetite Journey, 2007)
No comments:
Post a Comment